Halaman

Halaman

About Me

Foto Saya
Shintya
Simple
Lihat profil lengkapku

Followers

Search

RSS

kota al quran

ALHAMDULILLAH…. Akhirnya aku berhasil juga berkunjung ke kota tempat tinggal teman kuliahku, Lis Saudah. Sebenarnya cukup risi juga sih aku berkunjung ke sana. Sebab, di sana ada aturan setiap wanita harus berbusana muslimah. Sedangkan aku, meski sudah menunaikan salat lima waktu, tapi masih enggan memakai busana muslimah. Entahlah, sampai kapan aku berminat memakai busana yang terkesan berukut (rapat) itu. Paling-paling selama ini aku memakai jilbab kalau ada acara pengajian.            Yah, aku memang dibuat penasaran dengan kota yang mendapat julukan kota Alquran itu. Sehingga, apa pun persyarakatannya, aku akan memenuhinya. Lis, demikian teman-teman biasa memanggil namanya, adalah salah satu teman kuliah yang terbilang sangat cerdas. Sementara perguruan tinggi kami pun tergolong perguruan tinggi favorit di kota ini.            Lis mendapatkan beasiswa dari Pemkot tempat ia tinggal, karena berhasil menjadi penghafal Alquran (hafidhoh). Konon, setiap pemuda-pemudi yang hafal Alquran, Pemkot memberi kebebasan untuk memilih perguruan tinggi. Termasuk ke luar negeri. Tentu saja dengan biaya Pemkot tersebut.            Kisah perjalanan Lis menghafal Alquran sebenarnya bisa dibilang cukup panjang, tapi juga sangat pendek. Panjang, karena dia menghafal dua surat dalam Alquran, yakni Surat Al Baqarah dan Ali Imron dalam tujuh tahun. Namun setelah itu, ia kemudian mengikuti program menghafal Alquran sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan, dan saat itu pula ia berhasil menghatamkan menghafal Alquran.            “Aku bertekad akan menghafal satu halaman dalam sepuluh menit.....,” katanya. “....Aku melanjutkan menghafal, hingga berhasil menyelesaikan 16 juz dalam enam hari,” katanya dalam bagian yang lain.            Hatiku berkata, sungguh amalan yang tidak bisa diikuti oleh orang-orang biasa, kecuali orang-orang khusus. Aku tidak sama dengan Lis. Kemampuanku tak sanggup melakukannya.            Tiba-tiba Lis pun melanjutkan ceritanya: “Berhusnudhonlah (berbaik sangka –red) kepada Allah. Sebab Allah berada pada persangkaan hamba terhadap dirinya. Ketika aku menganggap Surat Al Baqarah dan Ali Imron sulit dihafal dan memerlukan waktu lama, Allah memberi persis seperti dugaanku. Aku baru selesai menghafal dua surat ini dalam waktu tujuh tahun. Tetapi manakala aku bertawakkal kepada Allah dan berbaik sangka pada-Nya, dan aku mengatakan: ‘Aku akan menghafalkan Alquran dalam waktu yang singkat’, Dia memuliakanku dengan berhasil menghafal kitab-Nya dengan waktu yang sesingkat-singkatnya.”++++++++            Setelah semalaman tidur pulas karena keletihan dalam perjalanan dari kotaku ke kota Lis, pagi ini kondisiku benar-benar segar, seiring dengan udara pagi yang menerobos di sela-sela jendela kamar yang terbuka. Usai sarapan dan salat dhuha, kami bercengkerama dengan keluarga Lis. Lis merupakan anak pertama dari lima bersaudara dan semuanya telah hafal Alquran. Termasuk adiknya yang paling kecil, Faliq, yang kini berusia tujuh tahun. Konon Faliq telah hafal Alquran sejak usia lima tahun. Kini ia tidak hanya menghafal, tapi juga tahu artinya,  hafal surat dan ayat serta halamannya.Kondisi itu telah kubuktikan dengan memberikan beberapa pertanyaan kepadanya. Tak satu pun jawaban yang salah dari beberapa pertanyaan yang kuajukan. Mungkin karena capek atau entah mengapa, sebelum menjawab pertanyaanku yang terakhir, tiba-tiba anak itu membaca Alquran Surat Al A’raf ayat 113.Aku menggeleng-gelengkan kepala. Tampaknya Lis pun tahu kondisiku kalau aku tak mengerti maksudnya. Segera ia memberitahukanku dengan mengartikan ayat tersebut: “‘Sesungguhnya (apakah) kami akan mendapatkan upah, jika kamilah yang menang?’ Maksudnya, apa dia akan kamu beri hadiah jika bisa menjawab semua pertanyaanmu?” kata Lis dengan nada tanya.Saat bermain mobil-mobilan bersama saudara-saudaranya pun, Faliq mengumandangkan ayat-ayat Alquran. Ketika menaiki mobil-mobilannya, ia membaca Alquran Surat Al Muthoffifiin ayat 23 yang artinya: Di atas dipan yang indah, mereka melihat pemandangan yang indah-indah.Bertengkar pun Faliq tak lupa membaca ayat-ayat Alquran. Ketika saudara laki-lakinya berusaha memukulnya, Faliq berteriak dengan mengumandangkan Alquran Surat At Tahrim ayat 11 yang artinya: Selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang dhalim.++++++++++Pada suatu kesempatan, aku diajak Lis ke Taman Pendidikan Alquran (TPA) di masjid kampungnya. Tak kuduga sebelumnya, ternyata kami diterima dengan resmi oleh TPA. Malu juga aku dibuatnya. Tapi dari situ aku tahu banyak kondisi pendidikan Alquran di kota ini. Jam belajar di TPA ini tidak hanya pada sore atau malam hari, seperti di kotaku. Tapi juga ada program masuk pagi, siang, sore, petang, dan malam hari. Santri-santrinya pun tidak terbatas pada usia anak-anak, tapi ada kelompok usia remaja dan dewasa.            “Seluruh TPA yang terdaftar di kota ini, santri-santrinya tidak dipungut biaya. Bahkan mereka mendapatkan buku, seragam, dan uang saku. Transportasi pun telah disediakan oleh Pemkot,” kata Saiful Anwar, kepala TPA tersebut menjawab pertanyaanku, setelah sebelumnya menceritakan secara panjang lebar mengenai sejarah berdirinya TPA tersebut.            Sedangkan mengenai fasilitas untuk guru TPA, Pemkot memberinya honor seperti pegawai negeri kelas bawah untuk mereka yang belum mendapatkan ijazah mengajar. Sedangkan yang sudah verifikasi, sesuai tingkatannya, akan mendapatkan lebih dari itu. “Alhamdulillah mbak, pokoknya untuk urusan materi, kami merasa tercukupi. Hanya kami mohon doa restunya, mudah-mudahan kami bisa ikhlas,” kata Saiful yang sudah tujuh tahun menjabat kepala TPA tersebut.++++++++++            Giliran kini, aku diajak Lis ke Mal yang menjual barang-barang elektronik dan komputer. Dalam perjalanan, kuperhatikan pemandangan di jalan raya, nuansa Alqurannya sungguh sangat kental. Ketika melewati Armada Angkatan Laut, misalnya, di pintu depan terdapat baliho besar bertuliskan ayat Alquran Surat Ar Rum ayat 41 yang artinya:            ‘Telah lahirlah bencana di darat dan di laut, karena ulah tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (balasan) perbuatan yang mereka perbuat, mudah-mudahan mereka kembali (bertaubat)’.            Ketika sampai di kebun bibit, juga tak kalah nuansa Alquran. Meski ukurannya tidak sebesar di Kompleks Angkatan Laut tadi, tapi kuantitasnya yang lumayan banyak. Di pintu masuk, terdapat kutipan ayat Alquran Surat Al Hajj ayat 5 yang artinya: ’Dan Kami lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.’            Di beberapa sisi pagar, juga terdapat sedikitnya dua baliho bertuliskan Alquran yang dapat kulihat. Di antaranya Surat Yasin ayat 33: ’Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan daripadanya biji-bijian. Maka, daripadanya mereka makan.            Di sisi lain tampak spanduk berisi kutipan Alquran Surat Al Jatsiyah ayat 13, yang artinya: ’Dan, Dia telah menundukkan untuk kalian apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir.            Sesampai di depan kebun binatang, tak ketinggalan pula terdapat tulisan ayat Alquran dengan ukuran cukup besar, yakni Surat Al An’am ayat 38: ’Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan binatang-binatang yang terbang dengan kedua sayapnya,melainkan umat (juga) seperti kalian. Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun dalam al kitab (lauhul mahfudz). Kemudian kepada Rabb-lah mereka dihimpunkan’.  Setelah berputar-putar di jalan raya cukup lama, akhirnya kami pun tiba di mal yang kami tuju. Di sini kutemukan nuansa yang lain dengan kota-kota lainnya. Meski menjual alat-alat audio, seperti sound sistem, radio, tape, dan televisi, tapi tidak kudengarkan musik-musik seperti di mal-mal kotaku. Yang terdengar hanyalah suara Alquran dari qari (pembaca Alquran –red), baik dari manca negara, khususnya Timur Tengah, atau juga qari-qari dalam negeri. Ada yang membaca dengan murottal/tartil. Tapi tak sedikit pula yang membaca dengan mujawwad atau kita bisa menyebutnya tilawah atau qiroah.            Pemkot di sini memang melarang warganya memutar musik, kecuali rebana. Hal ini telah diatur dalam Perda, dan hukumannya cukup berat jika dilanggar. Sehingga, mengetes alat apa pun, seperti tape recorder, cd player, MP3, MP4, MP5, atau MP6, semuanya menggunakan suara Alquran.+++++++++++++            Kini tiba giliran aku ingin menceritakan tentang acara radio dan televisi. Acara di radio, semuanya bernuansa Alquran. Usai Salat Subuh, pada umumnya stasiun radio di kota ini mengumandangkan bacaan Alquran, baik dengan mujawwad maupun murottal. Setelah itu, baru kuliah subuh yang dikemas dengan berbagai versi. Ada yang membahas tafsir, tanya jawab seputar tafsir, ada pelajaran tajwid (hukum bacaan dalam Alquran), atau bahkan program dasar metode baca Alquran bagi pemula.             ”Assalamu’alaikum....” suara penyiar menyapa pendengarnya melalui pesawat telepon, setelah beberapa saat kupindah gelombang radio di depanku.            ”Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh...,” sahut pendengar.            ”Bu Ifah ya?”             ”Betul Mas,” sahut pendengar wanita paruh baya itu.            “Silakan Bu, mau request lagu apa dan suara siapa?” Jawab si penyiar.            Hatiku berkata, wah ini pasti acara lagu-lagu. Tapi tak lama ibu pendengar tersebut buru-buru telah menjawab: ”Lagu bayyati, dari Syaikh Hanny Ar Rifa’i,” jawab pendengar tersebut dengan mantap. ”Subhanallah,” kataku spontan. Ternyata bukan lagu-lagu biasa, tapi lagu yang dimaksud adalah lagu-lagu Alquran. Aku berpikir, berarti para pendengar juga sudah hafal dengan lagu-lagu dalam Alquran yang semuanya ada tujuh itu, yakni bayyati, hijaz, shoba, rast, jiharkah, sikah, dan nahawand.            ”Yang surat apa ibu? Surat An Nisak, Al Mukminun, atau.....,” kata penyiar itu menawarkan.            ”Iya, surat Al Mukminun saja....,” kata Bu Ifah.            ”Baik. Silakan ditunggu.... Terus, salamnya buat siapa saja?” tanya penyiar itu, yang kemudian dijawab oleh Bu Ifah dengan menyebutkan beberapa nama dan menyampaikan salam Ukhuwah Islamiyah buat mereka.            Di sisi lain, ada acara membaca Alquran dengan interaktif. Di sini para pendengar bisa membaca ayat Suci Alquran melalui pesawat telepon dan direlay stasiun radio. Ada stasiun radio yang memberikan kebebasan membaca ayat apa saja, tapi ada juga yang ditentukan secara berurutan. Artinya diurut mulai dari Surat Al Fatihah, Al Baqarah, dan seterusnya, sampai khatam atau tamat. Setelah khatam, ada yang mengagendakan dengan acara khataman dan mengundang ustad atau kiai untuk memberikan doa.            Masih banyak acara-acara lain yang tidak bisa kusebutkan satu per satu, seperti pelajaran seni baca Alquran, quiz Alquran, puisi Alquran, dan lain-lain. Dalam siaran radio juga terdapat larangan memutar musik. Seperti juga di kotaku, siaran radio di sini ada sampai 24 jam.            Tidak banyak berbeda dengan program acara di radio, acara televisi pun, semuanya didominasi oleh acara yang bernuansa Alquran. Usai subuh, acara yang paling banyak adalah pembahasan tentang tafsir Alquran. Sementara untuk kartun anak-anak bisa dijumpai berbagai macam cerita, misalnya kisah Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Yusuf, Nabi Sulaiman, As-habul Kahfi, dan lain-lain. Tak ketinggalan, sinetron pun ada. Seperti sinetron tentang Siti Maryam, Siti Khodijah, Siti Aisyah, Siti Fatimah, dan lain-lain. Ada juga film-film TV, seperti Perang Badar, Perang Uhud, dan lain-lain.            Acara yang bersifat kompetisi atau lomba, dengan dukungan poling melalui SMS, bisa dijumpai misalnya adanya kompetisi Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ). Baik khusus untuk anak-anak, maupun umum. Juga ada komentar-komentar dari para dewan juri, seperti layaknya acara di TV kotaku.            Yang menarik perhatianku. Ada acara yang menayangkan pelajaran seni baca Alquran bagi anak-anak. Meski masih anak-anak, namun mereka sangat piawai melantunkan Alquran dengan berlagu.             Sementara di sisi lain ada acara TV bertajuk ’Kuliah Alquran’. Di acara ini, hampir sama seperti kompetisi atau musabaqah. Hanya saja, mereka tidak berjuang untuk mencapai juara, karena acara ini hanya sebatas pendidikan atau pengetahuan. Tapi di acara ini juga ada tim juri atau komentatornya.            Acara ini dikemas untuk kalangan yang sudah memiliki ilmu baca Alquran tingkat tinggi. Para peserta di samping dituntut untuk melantunkan dengan lagu yang bagus, model bacaannya bukan seperti model bacaan kita. Model bacaan kita adalah menurut Imam Ashim, riwayat Hafsh, thariqat Syathibiyah.Sedangkan di acara tersebut, para peserta dituntut untuk membaca dengan lagu ini dan itu, dengan bacaan menurut Imam dan riwayat yang lain.            Itulah di antara beberapa program acara di radio dan televisi di kota ini. Masih banyak program lain yang belum sempat kuungkapkan di kesempatan ini. Yang perlu dicatat lagi, masyarakat di sini tidak bisa menerima siaran radio atau televisi dari luar, meski dengan antena yang canggih sekalipun.            Yah, begitulah kondisi kota Alquran. Bagi yang alergi dengan Alquran, tentu saja hal ini akan membuat dirinya tidak kerasan. Tapi bagi pecinta Alquran, barangkali inilah satu-satunya kota yang sangat menyenangkan.**

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.
125x125 Ads1